4 tahun sudah lalu ingatan yang memilukan di desa Bombang, dusun Patambanua, kecamatan Bulo, kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat( Sulbar). Ingatan itu bersamaan Hari Pembelajaran Nasional pada 1- 3 Mei 2019.
Memfoto situasi desa Bombang malah sedang jauh dari rasa kesamarataan, kondisi yang memilukan membuat batin mengasihani memandang masyarakat serta kanak- kanak di situ. Kenapa tidak? Sarana serta pembangunan nampak tidak terdapat, masyarakat setempat sedang memakai perlengkapan konvensional serta Kerutinan dari nenek moyang mereka.
Prasarana jalur ke desa Bombang amat memprihatinkan, situasi jalur banyak batu- batu besar yang harus wajib adem buat melewatinya. Terlebih jika masa hujan nyata sangat amat susah dilewati, tidak seluruh alat transportasi cakra 2 dapat melampaui jalanan itu.
Tidak hanya itu, perihal sangat memilukan pula serta seolah merobek- robek batin kita, ialah situasi kanak- kanak yang tidak dapat menempuh pembelajaran. Sementara itu antusias anak buat berlatih nampak amatlah besar. Tetapi, mereka dihadapkan pada bermacam kekurangan, alhasil wajib mendekam kodrat terabaikan jauh pertanyaan pembelajaran.
Gedung sekolah di situ memanglah terdapat namun telah tidak pantas mendiami, bilik serta asbes telah dikonsumsi rayap dan anak didik juga wajib melantai di tanah jika mau berlatih di sekolah itu. Berikutnya, daya pengajarnya juga cuma seseorang Babinsa barid dari Dandim Polewali Mandar. Itu juga ke situ membimbing cuma sebulan sekali. Maksudnya kanak- kanak di situ amat terabaikan pertanyaan pembelajaran dibanding dengan kanak- kanak yang terdapat di perkotaan. Dahulu terdapat daya honorer di sekolah itu namun tidak sempat dapat bertahan lama sebab bisa jadi tidak kokoh menempuh ekspedisi yang jauh serta pula menantang. Sedangkan kanak- kanak di situ pula tidak bisa jadi berpelajaran di wilayah sisi sebab tidak bisa jadi sanggup dijangkau dengan jalur kaki. Walhasil banyak kanak- kanak lebih memilah menolong orang berumur mereka bertugas serta wajib putus sekolah.
4 tahun sudah lalu ingatan
Dilema yang lain pasti sedang banyak lagi, tercantum pertanyaan keinginan utama semacam beras sedang memercayakan hasil kegiatan warga setempat, warga menanam antah cuma buat keinginan hidup. Di sisi itu, gerakan listrik pula tidak terdapat serta penerangannya juga sedang memercayakan pelita.
Desa Bombang memanglah wilayah terabaikan yang jauh dari perkotaan, tetapi mereka pula harus berkuasa merasakan apa yang dialami oleh masyarakat kota. Paling tidak pembelajaran serta prasarana harus dicermati serta difasilitasi oleh penguasa.
Perbandingan seperti itu yang jadi titik kritik pada penguasa. Indonesia memanglah mempunyai keanekaan yang amat banyak, tetapi keanekaan yang dialami oleh masyarakat desa Bombang terindikasi pada ketidakadilan serta malah hadapi ketertinggalan. Keanekaan yang dialami masyarakat desa Bombang dengan wilayah lain memanglah betul terdapatnya. Di balik perbandingan serta keanekaan di Indonesia alhasil bawah negeri kita merupakan Pancasila. Tetapi mestinya nilai- nilai kesamarataan dialami semua masyarakat negeri Indonesia tanpa penglihatan bulu serta posisi geografis, namun itu malah tidak dialami oleh masyarakat desa Bombang.
Jadi, di balik wajah masyarakat desa Bombang nampak nyata aura mau merasakan dampak serta akad kebebasan. Keanekaan serta perbandingan yang dipunyai itu seharusnya terjawab dengan rasa aliansi serta perhatian kepadanya. Bukan justru perbedaannya itu malah merelaikan dari haknya, semacam hak yang dialami oleh masyarakat kota pada biasanya.
Situs berita terbaru di indonesia klik => farel