Pimpinan Biasa Pengasuh Pusat Jalinan Apoteker Indonesia( IAI) Noffendri Roestam menarangkan tidak terdapat perbandingan yang berarti antara obat paten serta generik. Keduanya mempunyai mutu yang sebanding. Noffendri menarangkan obat paten yakni obat yang awal kali ditemui oleh seorang serta umumnya didaftarkan hak patennya yang legal sepanjang 15- 20 tahun.
” 10- 20 tahun itu diserahkan, sebab sampai kesimpulannya obat dapat dipromosikan serta dipakai itu memerlukan anggaran yang tidak kecil, ratusan triliun. Sebab itu ia dikasih hak paten demikian tahun, cuma ia yang bisa memproduksi,” tutur Noffendri dikala membagikan penjelasan pers pada gelaran Pharmacist Xperience di Jakarta, Sabtu( 24 atau 8).
Sehabis hak paten selesai, industri farmasi lain bisa memproduksi obat yang serupa dengan mendapatkan sertifikat dari pemegang paten. Obat yang dibuat sehabis hak paten  selesai diketahui selaku obat
generik.
Obat generik bisa berbentuk obat berlabel. Sebagian industri, sambungnya, memperoleh sertifikat buat memproduksi obat dengan julukan berlainan. Walaupun julukan merk bisa bermacam- macam, jelas Noffendri, isi obat generik wajib cocok dengan detail obat patennya.
Beliau memeragakan, bila paten semacam Panadol mempunyai takaran 500 mg, obat generik dengan julukan berlainan pula wajib mempunyai takaran yang serupa. Walaupun obat generik kerapkali dikira kurang efisien, terangnya, namun
takaran serta isi aktifnya senantiasa serupa dengan obat paten, terlebih obat generik telah menemukan permisi dari Tubuh Pengawas Obat serta Santapan( POM).
Pimpinan Biasa Pengasuh
” Sekali lagi, obat dikala bisa permisi dari Tubuh Pengawas Obat serta Santapan( POM) itu ia telah wajib penuhi patokan semacam perihalnya obat- obat paten yang ter- registrasi di BPOM,” jelas ia.
Beliau pula menganjurkan bila penderita tidak dapat diatasi dengan penyembuhan lini awal serta kedua dari obat generik, bisa bertanya lebih lanjut dengan dokter buat mencari pengganti obat semacam obat terkini yang ditemui( paten).